Selasa, 18 Oktober 2011

Pembelajaran Holistik

Oleh: Ketut Kemahyasa

A. LATAR BELAKANG

Kebanyakan usaha pembelajaran dan pengajaran difokuskan untuk membangun struktur kognitif dan pemrosesan inforomasi. Dalam pengajaran, kita mengelompokan pengetahuan dan keterampilan kedalam kurikulum. Kita menerapkan alat bantu seperti taksonomi bloom untuk tujuan perilaku pada pembelajaran struktur kognitif dari pengetahuan dasar ke keterampilan berppikir Tingkat tinggi. Untuk ini kita menambahakan keterampilah pisik (psikomotor) dan nilai-nilai social. Kita menerapkan strategi host untuk memfasilitasi memori (ingatan) dan bangunan konsep- advanorganizer, pertanyaan, penemuan, partisipasi umpanbalik, kolaborasi dan interaksi.

Setiap orang bahkan para ahli pendidikan memiliki cara pandang yang berbeda tentang hakekat anak, seperti yang di ungkapkan oleh aliran behavioristik, bahwa anak tidak memiliki potensi apa-apa dari sejak lahir, mereka seperti kertas putih yang masih kosong dan mereka dapat dibentuk sesuai dengan apa yang kita inginkan yang terkenal dengan konsep Tabula rasa, sedangkan aliran konstruktivis mengungkapkan bahwa anak bersifat aktif dan memiliki kemampuan untuk membangun pengetahuannya. Tentunya dari beberapa pandangan yang telah diuraikan, hal ini yang melandasi seseorang dalam memberikan pendidikan dan pembelajaran kepada anak.

Sebagaimana diyakini bersama, bahwa anak harus mendapatkan hak-haknya sebagai seorang manusia, salah satu hak yang harus didapatkan oleh seorang anak adalah hak mendapatkan pendidikan yang layak, hal tersebut sesuai dengan konvensi dunia tentang hak anak untuk mendapatkan pendidikan (Education For All) atau PUS (Pendidikan Untuk Semua). Dipertegas dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat I berbunyi : " Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran." Dengan kata lain, bahwa pemerintah sangat peduli terhadap pendidikan warga negaranya dan setiap warga negara harus mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang layak tanpa membeda-bedakan status sosial ekonomi maupun batasan usia agar hat tersebut dapat dirasakan adil oleh seluruh rakyat, seperti yang tercantum dalam pancasila sila ke 2 yang berbunyi : " Kemanusiaan yang adil dan beradab." dan sila ke 5 yang berbunyi : " Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." Begitu seriusnya pemerintah terhadap pendidikan dan kesejahteraan rakyat, maka Undang-Undang tentang Pendidikan Nasional pun di susun agar pendidikan tidak sekedar terselenggara saja, melainkan pendidikan memiliki standar kualitas yang baik, sehingga dikeluarkannya Undang-Undang tentang Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 sebagai landasan hukum dalam penyelenggaraan pendidikan.

Untuk mendapatkan standar pendidikan dengan kualitas yang baik, maka diperlukan pendekatan-pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan lingkungan dimana pendekatan itu akan di implementasikan. Banyak sekali pendekatan-pendekatan yang di gunakan dalam kegiatan belajar mengajar, salah satu pendekatan Holistik. Hal yang menjadi alasan/ landasan mengangkat pendekatan Holistik ini diantaranya :

· Aliran filsafat realisme yang memandang bahwa manusia pada dasarnya dapat mengenal realitas kehidupannya melalui penginderaan.

· Aliran filsafat eksistensialisme yang memandang bahwa setiap individu memiliki kelemahan namun memilki kemampuan untuk memperbaikinya.

· Teori perkembangan Piaget yang menygungkapkan bahwa anak mengkonstruk pengetahuannya sendiri melalui "Asimilasi, Akomodasi dan Organisasi"

· Teori pembelajaran Vygotsky yang mengungkapkan bahwa anak akan mengkonstruk pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungan.

· Landasan Psikologis, bahwa pendidikan harus di sesuaikan dengan kemampuan dan tahapan perkembangan anak / DAP ( Developmentally Appropriate Practice)

· Yang lebih menarik dari pendekatan Holistik ini adalah konsep pendidikan anak berkebutuhan khusus (Learning Disability) atau SEN ( Special Education Need), yaitu pendidikan yang dirancang atau didisain disesuaikan dengan kebutuhan atau keadaan individu untuk mengoptimalkan potensinya. Hal ini sangat relevan dengan kebutuhan akan penyelenggaraan konsep sekolah inklusi yang sudah dinyatakan dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.

Kondisi yang masih berlaku secara umum di dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah pembelajaran yang fokus pada hafalan melalui kotak informasinya sendiri, mirip seperti system pengisian informasi komputer, semuanya rapi, terorganisasi dan terpisah satu dengan yang lainnya. Seperti sebuah kotak yang diberi label sains, sejarah, satu untuk menonton film minggu lalu dan yang lainnya untuk bekerja. Kotak-kotak itu dipecah menjadi lebih banyak kotak, kotak sains terpisah dengan kotak biologi dan fisika. Fisika mempunyai kotak yang khas untuk rumus dan konsep-konsep. Sehingga antara satu pelajaran dengan pelajaran lainnya terdapat pemisah yang amat luas untuk itu perlu kiranya dibahas sebagai kajian pembelajaran yang komprehensif tentang pembelajaran holistik guna menunjang teruwujudnya masyarakat pembelajar dan belajar sepanjang hayat (Learning community and Life long learning).

B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan-permasalahan yang akan dibahas pada makalah ini antara lain:

1. Bagaimanakah konsepsi dan pengertian Pembelajaran Holistik?

2. Teori-teori pembelajaran apakah yang mendukung munculnya konsepsi Pembelajaran Holistik?

3. Bagaimanakah Urgensi perubahan paradigma yang diperlukan dalam implementasi Pembelajaran Holistik?

4. Apakah faktor-faktor yang mendorong implementasi pembelajaran holistik?

5. Bagaimanakah integrasi Pembelajaran Holistik dalam proses pembelajaran?

C. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk:

1. memaparkan tentang konsepsi dan pengertian Pembelajaran Holistik.

2. memaparkan tentang teori-teori pembelajaran yang mendukung munculnya konsepsi Pembelajaran Holistik.

3. memaparkan tentang urgensi perubahan paradigma dalam implemenatasi Pembelajaran Holistik.

4. memaparkan tentang faktor-faktor yang mendukung implementasi Pembelajaran Holistik

5. memaparkan tentang integrasi Pembelajaran Holistik dalam proses pembelajaran.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini :

1. Manfaat Teoritis:

a. sebagai sumbangan kajian ilmiah bagi perkembangan ilmu pengetahuan baik bagi para mahasiswa pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.

b. pembahasan makalah ini dapat digunakan sabagai referensi bagi penulisan makalah serupa di kemudian hari;

c. dapat memperkaya pengetahuan penulis dan pembaca tentang konsepsi Pembelajaran Holistik.

2. Manfaat Praktis:

a. Sebagai masukan bagi para guru, siswa, dan semua stakeholder dalam pendidikan agar termotivasi untuk mengubah paradigm lama dalam proses pendidikan

b. Dapat digunakan sebagai alternatif kajian teoritik dalam mengimplementasikan konsepsi Pembelajaran Holistik

c. dapat menamah wawasan dan cakrawala bagi para guru, siswa dan semua stake holder untuk mengambil peran dalam implementasi konsepsi Pembelajaran Holistik

d. memperkaya pengalaman belajar penulis dalam menyusun karya ilmiah.


A. Kosepsi dan Definisi Pembelajaran Holistik

Bebragai prinsip dan teori yang membahas tentan pendidikan holistik telah dikemukakan oleh para Filsuf dan pendidik seperti Montessori, Pestalozzi, Miller, Clark, Rudolf Steiner dan bahkan oleh para pilsuf yunani kuno Socrates dan Plato. Teori-teori dan kepercayaan yang bergantung pada asumsi filosofis bahwa jiwa adalah komponen mendasar dari sesorang yang berkaitan dengan potensi individual yang menunjang element-elemen intelektual, emosional, spiritual dan fisik. Sokrates mengatakan, Kenali dirimu sendiri adalah sepuah pernyataan Socrates yang percaya bahwa elemen potensial adalah bersifat laten dan disembunyikan secara alamiah dan dengan demikian perlu dimunculkan ke permukaan. Ini adalah pembawaan sejak lahir yang potensial yang dapat dibuat aktif dengan menggunakan teknik-teknik yang tepat dalm pendidikan dan juga suatu lingkungan yang kondusif untuk memelihara dan pengasuhnya.

Potensi yang dimiliki oleh anak sejak lahir harus di kembangkan, dalam Pandangan Montessori ada beberapa konsep penataan lingkungan dalam proses mengajar yaitu:

· Suatu lingkungan yang secara khusus diciptakan untuk membantu siswa mengembangkan penuh potensi mereka.

· Untuk membantu perkembangan kebebasan dan menantang siswa untuk mengambil inisiatif, yang akan menambah kecepatan pertumbuhana social, emosional, dan kepercayaan diri siswa.

· Pengajaran Montessori berbasis pada penyesuaian kebutuhan anak untuk belajar

· Anak-anak bekerja dalam lingkungan non kompetitif. Anak bekerja untuk kepuasan atas penyelesaian sebuah kegiatan.

· Perencanaan pendidikan yang bersifat individual bagi setiap anak, guru menjadi pemandu yang mengarahkan pembelajaran anak.

· Prinsip-prinsip Montessori berbasis pada menghargai personalitas anak dan program mengembangkan keseluruhan personalitas dan tidak hanya intelek.

· Untuk membangun disiplin dan etos kerja untuk sekolah selannjutnya.

Konsep holistik di dalam pendidikan juga telah dipraktekan dalam sejarah pendidikan di masa lalu di China dan India. Ini bisa dilihat dalam kitab Confucius dan Lao Tze serta juga di dalam kitab suci Veda, Gita dan Upanishad telah ditunjukan bahwa lebih banyak menekankan pada elemen spiritual di dalam pendidikan sebagai cara untuk mencapai kebahagiaan spiritual.

Pada masa Romatis dengan munculnya banyak filsuf seperi J. J. Rousseau yang lebih dikenal dengan bapak Progresivisme, pendidikan holistik menjadi sebuah paradigma yang semakin jelas di abad 17. Jean Jacques Rousseau mengemukakan idenya tentang pendidikan holistik yang terkenal dengan ucapan terkenalnya “Kata Hati selalu benar, tidak ada dosa asal di hati manusia” bagi Rousseau, potensi manusia diberi oleh pencipta yang dapat dikembangkan secara penuh karena seseorang tidak mewarisi “ dosa asal”.

Tujuan utama dari pendidikan holistik adalah mencapai keseimbangan personal melalui pendidikan yang didasari oleh nilai-nilai yang mendasari kurikulum, integrasi disiplin (inter dan intra), konsep ketuhanan dan proses belajar mengajar baik di dalam dan diluar kelas.

Sistem pendidikan di Indonesia secara jelas menyatakan untuk membentuk manusia Indonesia yang utuh, dan saat ini sering didengungkan dengan pendidikan yang berkarakter dengan konsep-konsep yang terintegrasi dan menyeluruh adalah hal utama dan lebih banyak berbasis pada konsep kepercayaan dan devosi pada tuhan. Inilah fokusnya, konsep-konsep jiwa manusia, potensi manusia yang berbasis pada intelektual, spiritual, emosional dan komponen fisik harus diutamakan.

Perbandingan antara pembelajaran menghafal dengan holistik

Tabel 1. Perbandingan pembelajaran menghafal dengan holistik

Menghafal

Pembelajaran holistik

Mengorganisasikan ide-ide ke dalam kotak-kotak

Mengorganisasikan gagasan ke dalam jaringan

Menjaga jarak antara pelajaran dengan kosep-konsep

Menghubungkan pelajaran dengan konsep-konsep

Beberapa alur neural untuk gagasan yang sama

Banyak alur neural untuk gagasan yang sama

Menampilkan konsep-konsep melalui satu sudut pandang

Menampilkan konsep-konsep melalui banyak sudut pandang yang unik dan akal sehat

Bertujuan untujk belajar melalui pengulangan (repetisi)

Bertujuan untuk belajar dengan menghubungkan.

Dari table di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran holistik merupakan kebalikan dari menghafal, menggantikan belajar dengan tekanan, tujuan belajaran adalah untuk menciptakan jaringan informasi yang terkait secara bersama, tujuan tercapai ketika mempelajari sesuatu harus menciptakan sebuah bangunan atau landasan pemahaman, pemahaman yang dibentuk dari model-model, potongan-potongan pemahaman yang tidak lengkap dan akurat tetapi dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Penciptan jaringan informasi, landasan, pemahaman dan model-model dengan pendalaman, metapora dan penggalian. Pembelajaran holistik dengan koseptual informasi yang akurat dimana ada sebuah landasan system. Ini tidak akan berkerja dengan baik dengan keterbatasan insformasi dan keterampilan.

UNSECO dalam kampanyenya menekankan pembangunan kedamaian yang ditopang dengan solidaritas moral dan intelektual kemanusiaan. Adapun tujuan kampanye itu adalah untuk meningkatkan dan membangun pendidikan internasional dan nilai-nilai pendidikan untuk kedamaian, hak azasi manuasia dan demokrasi dalam konteks yang holistik, kemanusiaan dan pembengunan yang berkelanjutan, melalui kerjasama antara individu-individu dan lembaga-lembaga yang bekerja dalam bidang yang sama dalam UNESCO.

Deklarasi universal, komitmen global dan regional dan dokumen lainnya, yang berbagi dan percaya dengan nilai-nilai penting dalam pendidikan holistik dan terintegrasi pada kebudayaan dan perdamaian. Sesuai dengan pasal 26 (2) dalam deklarasi universal hak-hak azasi manusia bahwasanya pendidikan semestinya diarahkan pada pembangunan sepenuhnya manusia seutuhnya dan menguatkan hak azasi manusia dan kebebasan yang mendasar. Pendidikan harus mempromosikan pemahaman, toleransi, dan persahabatan antar bangsa, ras, dan kelompok agama dan menjaga perdamaian.

Deklarasi PBB Tentang Kebudayaan dan perdamaian menyatakan bahwa kemajuan dalam pembangunan budaya damain muncul melalui nilai-nilai, sikap, mod sikap dan cara hidup yang kondusif untuk mempromosikan perdamaian di antara individu, kelompok dan bangsa. Deklarasi ini juga merekomendasikan bahwa budaya damai ditmubuhkan melalui pendidikan dengan meyakinkan bahwa anak-anak mendapat keuntungan dari pendidikan dalam hal nilai, sikap, mode sikap dan cara hidup mereka untuk meresapi perdamaian.

Tahun 1993 dalam deklarasi menteri pendidikan asia-pasifik, yang menyatakan bahwa perhatian mereka akan pentingnya nilai, etika dan budaya dalam pendidikan.

UNESCO abad 21, mengatakan, yang mana peran nilai dan etika guna meyakinkan sebugah perdamaian dan keberlanjutan masa depan kerap ditekankan. Nilai-nilai universal dan etika disini di lukiskan sebagai "the companion of knowledge and wisdom” sebuah konsep multidimensional dan multidisiplin dan sangat penting dan vital bagi dunia.

Pendidikan holistik berdasarkan aspek-aspek yang telah dijelaskan sebelumnya didefinisikan sebagai sebuah proses simultan untuk meningkatkan perkembangan secara keseluruhan dari setiap individu dengan menguasai pengetahuan, keterampilan dasar, internalisasi nilai-nilai luhur dan penggunaan bahasa yang tepat dalam belajar dan mengajar.

B. Teori Belajar yang mendasasi Pembelajaran Holistik

Teori belajar yang melandasi Pembelajaran Holistik adalah teori belajar kognitif yang memiliki ciri-ciri: mementingkan apa yang ada pada diri pebelajar, mementingkan keseluruhan, mementingkan peranan fungsi kognitif, mementingkan fungsi kognitif, mementingkan keseimbangan dalam diri pebelajar (dinamis equilibrium), mementingkan kondisi yang ada pada waktu ini, mementingkan struktur kognitif, memecahkan masalah, ciri khasnya adalah insight.Teori belajar yang dikelompokan dalam teori belajar kognitif antara lain teori Gestalt, toeri medan dan teori belajar humanistik.

Para psikolog gestalt percaya meskipun pengalaman-pengalamann psikologi timbul dari pengindraan elemen-elemen, tetapi ia berasal dari pengindraan elemen-elemen itu sendiri, dengan kata lain bahwa pengalaman fenomenologis merupakan akibat dari pengindraan pengalaman, tetapi tidak dapat difahami dengan menganalisa pengalaman fenomena dalam elemen-elemennya. Gestalt adalah bahasa jerman untuk konfiguarasi atau organisasi. Gestalt adalah keseluruhan yang penuh arti.

Prinsip-prinsip belajar menurut Gestalt: (1) belajar belajar berdasakan keseluruhan, (2)belajar adalah suatu proses perkembangan, (3) siswa sebagai organism keseluruhan, (4) terjadi transfer, (5) belajar adalah reorganisasi pengalaman, (6) belajar harus dengan insight, (7) belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan siswa, (8) belajar harus berhubungan dengan dunia nyata, (9) belajar berlangsung terus menerus.

Menurut Kolb (dalam Wirth&Perkins. 2008) siklus pembelajaran dimulai ketika pebelajar berinteraksi dengan lingkungan ( pengalaman konkret). Menangkap informasi dari pengalaman ini disatukan dan di bandingkan dengan pengetahuan awalnya (existing knowledge) yang disebut sebagai observasi reflektif. Model, ide dan rencana baru untuk bertindak diciptakan dari informasi ini ( hipotesis abstrak), dan akhirnya tindakan baru dimbil ( active testing).

Belajar meliputi pembentukan mental model (schema) yang terdiri dari informasi baru dan yang telah ada. Semakin kaya kaitan antara informasi baru dan yang telah ada semakin dalam pengetahuan dan semakin siap untuk digunakan dan diaplikasikan dalam situasi baru. Untuk membangun kaitan yang kaya melibatkan suatu proses pembangunan iteraktif, testing dan perbaikan schema mengorganisasikan pengetahuan ke dalam kerangka kerja konseptual. Jika pengetahuan yang telah ada melayani sebagai dasar untuk pembelajaran baru, kemudian ini juga sebagai dasar bahwa miskonsepsi yang telah ada, prekonsepsi dan naif konsepsi diakui dan dikoreksi selama proses pembelajaran.

Ada dua pendekatan pada pembelajaran yaitu ‘permukaan dan mendalam’. Pendekatan permukaan pada pembelajaran berkonsentrasi pada ingatan. Di dalam pendekatan permukaan, tujuan pembelajaran sering untuk menyelesaikan tugas-tugas belajarnya dengan mengingat informasi yang dibutuhkan dalam penilaian. Kebanyakan pebelajar permukaan lebih fokus pada fakta-fakta tanpa integrasi mereka umumnya tidak reflektif. Mereka melihat bahwa tugas belajar sabagi imposisi luaran. Berbeda dengan pebelajar yang mendalam memiliki kekuatan pemahaman. Mereka umumnya melibatkan interaksi yang kuat dengan isi, menghubungkan ide-ide baru dengan yang lama, menghubungkan konsep-konsepdengan pengalman keseharian, menghubungkan bukti dengan kesimpulan, menguji logika argumentasi, dengan demikian mereka membangun pengetahuan mereka sendiri.

Teori belajar Konstruktivistik

Penerapan teori belajar konstuktivistik merupakan pendekatan holistik dalam proses belajar mengajar. Ini disebabkan karena teori belajar ini menekankan pada pembangunan pengetahuan dan pemahaman pada diri anak didik melalui pengalaman dan proses reflektif. Secara mendasar konstruktivime mengatakan bahwa orang membangun pemahaman dan pengetahuan mereka sendiri atas dunia ini melalui pengalmannya dengan sesuatu dan merefleksikan pengalaman itu.

Konstuktivisme sebagai sebuah teori belajar berasumsi bahwa belajar adalah sebuah proses yang aktif. Pengetahuan dibangun dan dibentuk dari pengalaman. Belajar adalah sebuah interpretrasi personal atas dunia dengan lebih menekankan pada pemcahan masalah dan pemahaman yang berimplikasi pada penggunaan tugas-tugas, pengalaman, seting dan penilaian otentik dan isi ditampilkan secara holistik, tidak dipecah menjadi bagian-bagian kecil.

Konstruktivisme adalah sebuah proses, implikasinya bagi guru adalah sebuah keharusan untuk mengadaptasi kurikulum untuk menunjukan posisi siswa, membantu menegosiasikan tujuan akhir dan tujuan belajar dengan pebelajar, memunculkan masalah yang relevan dengan siswa menekankan keterkaitan, pengalaman dunia nyata, menemukan nilai-nilai dari sudut pandang siswa dan materi yang dikaitkan dengan konteks social.

Sebagai sebuah proses dalam pandangan konstruktivime juga menjadi sebuah kewajiban bagi pada guru untuk menyediakan sudut pandang mode majemuk pada isi. Menciptakan pemahaman baru dengan pelatihan, pemanduan dan saran. Tes sebaiknya di integrasikan denga tugas dan bukan sebuah aktivitas terpisah. Menggunakan kesalahan untuk menginformasikan kemajuan siswa untuk pemahaman dan perubahan gagasan.

Implikasi sebuah proses bagi siswa dalam kontruktivisme adalah membantu membangun tujuan dan penilaian diri, membuat pemahaman baru ( dengan latihan, pemandu, pemberian saran), mengendalikan pembelajaran ( refleksi). Siswa merupakan anggota dari komunitas belajar yang mampu berkolaborasi diantara sesama siswa. Belajar di dalam sebuah penglaman social dengan menghormatai perbedaan pandangan.

Kajian Metakognitif

Metakognitif adalah pengetahuan tentang kognitif dan kesadaran diri dan pengetahuan tentang kognisi seseorang. Beberapa pendapat mengatakan bahwa metakognitif adalah gabungan kognitif, affektif dan psikomotor. Ini meliputi strategi internal seorang pekerja ketika mendekati sebuah tugas atau memecahkan masalah. Itulah pembelajaran bagaimana belajar. Intensional pengajaran tentang pemikiran seseorang (metakognisi) umumnya mengacu sebagai sebuah komponen dasar dari pemikir dan pebelajar yang sukses. Kajian menunjukan para ahli secara konstan memantau pemahaman dan kemajuan mereka selama memecahkan masalah. Secara kritis, keterampilan metakognitifnya memungkinkannya untuk memutuskan tingkatan pemahamnya saat ini tidaklah cukup. Jenis perancangan ini, pemantauan diri, regulasi diri dan evaluasi diri tidak hanya termasuk pengetahuan umum tentang proses dan strategi kognitif, namun juga berhubungan dengan kondisi untuk menggunakan strategi tersebut, dan pengetahuan diri secara umum. Penelitian mengungkapkan bahwa keterampilan metakognitif tidak dapat diajarkan diluar konteks, dengan kata lain. Orang tidak bisa hanya mengambil pelajaran metakognitif. Ini perlu untuk mempelajarinya dan menerapkan di dalam konteks tertentu. Seperti telah dipelajari. Ini cara mudah untuk pemantauan dan refleksi diri tidak hanya membantu pembelajaran lebih dalam dan lebih efektif, namun juga membentangkan landasan kerja untuk menjadikan pebelajar self-directing.

Huan&Chee dalam penelitiannya tentang pendekatan metakognitif untuk keterampilan berbicara dalam bahasa china dengan audioblog menyatakan pertanyaan scaffolding (bantuan sementara) memainkan peran dalam scaffolding refleksi dan evaluasi diri pebelajar. Pebelajar mengadaptasi sebuah pendekatan sistematik didalam refleksi mereka: evaluasi-monitoring-planning, dengan tingkat perhatian yang labih besar yang dipersembahkan bagi strategi pemantauan. Suatu distribusi yang tidak berimbang dari pengguanaan pengetahuan metakognitif telah ditemukan dalam evaluasi diri siswa. Pengetahuan tugas yang didominasi oleh pengetahuan kognitif digunakan oleh siswa. Pengetahuan personal dan pengetahuan strategi diabaikan oleh siswa. Para guru yang gemar menerapkan pendekatan pembelajaran serupa dapat mengembangkan strategi untuk memfokuskan perhatian siswa atas dua tipe pengetahuan metakognitif. Itu mungkin akan mengarah pada perbaikan didalam ketiga jenis pengetahuan metakognitif.

Yi Shen dan Chuan Liu dalam penelitiannya tentang pemgembangan keterampilan metakognitif : pendekatan berbasis web pada pendidikan tinggi mengunkapkan bahwa pelatihan keterampilan metakognitif yang berbasis web sesunguhnya telah membantu pebelajar untuk memperbaiki keterampilan self-plan dan self monitoring mereka namun tidak berpengaruh secara signifikan untuk mempebaiki keterampilan self-modify dan self evaluate mereka dan Sebagai implikasinya Internet menyediakan lingkungan untuk keterampilan self learning dan keterampilan metakognitif membantu siswa untuk membangun pengetahuan dan pemantauan, regulasi serta evaluasi pembelajaran mereka dalam proses kognitif.

Sedangkan Perrin dalam “ Adult Learning” menyatakan Internet, multimedia interaktif, jaringan sosial, sistem manajemen belajar dan teknologi self service (swalayan) menyediakan alat bantu siswa untuk mengelola pembelajarannya dan komunikasi dengan teman-emannya dan para instruktur. Dengan memberdayakan pebelajar, maka fokus berpindah dari guru ke pebelajar.

Psikologi Gestalt mengemukakan persepsi dalam pembelajaran, pemahaman dalam pemecahan masalah, pentingnya sebuah konteks pembelajaran yang holistik hubungan dengan organisasi materi pembelajaran. Mengajarakan pemahaman dan pemecahan masalah.

Keterampilan pembelajaran meliputi memory procedural, prosedur aturan, urutan tujuan, batas transparabalitas, relevasi pengajaran dan pembelajaran praktis, kognitif, dan keterampilan sosial, desain kursus dan evaluasi.Kajian pembelajaran siswa pendekatan pembelajaran reproduktif, pencarian pengertian dan strategi, pengaruh dari penerimaan konteks kaitan pembelajaran, pengajaran dan evaluasi dan desain.

Pendekatan student centre fokus pada metakognitif dengan belajar bagaimana belajar. Bagaimana sebuah proses pembelajaran terjadi? Walaupun banyak dari kita berpendapat bahwa para guru sering beramsumsi bahwa karena guru mengajar, siswa harus belajar, sedang siswa berasumsi bahwa karena mereka membaca buku, mengingat fakta-fakta mereka telah mempelajari sesuatu. Metakognisi berpikir tentang berpikir dan belajar mandiri.

Keintesifan pengajaran tentang berpikir mandiri metakognisi umumnya mengacu sebagai sebuah komponen mendasar dari kesuksesan pemikir dan pebelajar. Kajian menunjukan peran ahli secara konstan memonitor pemahaman mereka dan kemajuan selama memecahkan masalah. Secara kritis keterampilan metakognitif mereka memungkinkan mereka untuk memutuskan kapan tingkat pemahanan mereka saat ini tidak mencukupi. Jenis perencanaan, pengelolaan diri dari evolusi diri in tidak hanya termasuk pengetahuan umum tentan perses atau strategi kognitif tetapi juga berkaitan dengan keadaan dari strategi tersebut, dan pengrtahuan diri umum. Penelitian menyarankan bahwa keterampilan metakognitif tidak bisa diajarkan lepas dari konteks, denga kata lain, sesoran tidak dapat hanya mengambil kursus pada metakognisi. Anda perlu mempelajarinya dan menerapkannya didalam konteks isi kedisiplianan. Saat anda belajar, anda sebainya mengikutsertakan pertanyaan yang konstan (missal: apa yang seharusnya saya coba untuk mendekati? Strategi terbaik apa untukpembelajaran, bagaimana kemajuanku? apakah sukses? Ini adalah cara memonitor dan refleksi diri yang cepat dan tidak hanya memandu ke pembelajaran yang lebih efektif dan mendalam, namun juga merupakan bentangan latarkerja untuk menjadikan sebuah pengarahan pembelajaran mandiri.

Dunia pendidikan, latihan-latihan refleksi ide-ide tersebut telah menbgambil beberapa cara. Istilah-istilah berikut ini dapat digunakan dalam ditemukan dan secara umum digunakan oleh pendidik: berpikir tentang berpikir, belajar untuk berpikir, belajar untuk mempelajari, belajar cara belajar, belajar untuk belajar, belajar tentagn belajar.

Dalam proses refleksi dalam pembelajaran dipercaya untuk menjadi unsur yang mendasar dalam perkembangan pebelajar yang mumpuni. Dengan memperkerjakan keterampilan berpikir reflektif untuk mengevaluasi hasil dari usaha belajar seseorang, kesadaran dalam strategi pembelajaran yang efektif dapat menambah dan cara untuk menggunakan strategi di dalam situasi pembelajaran yang lain dapat dipahami.(Watkin. Carnel. 2001)

Meta-learning dapat menarik perhatian ke tujuan, strategi, perasaan dan konteks belajar, masing-masing signifikan dalam dimensi personal dan sosial. Kemampuan Metalearning memediasi kualitas perolehan belajar, dan mungkin juga memperngaruhi pada apa yang diperhintungan sebagai belajar. Semua yang diugkap dalam metalearning menyadarkan tentang apa yang telah dipelajari dan bagaimana mempelajarinya, keduanya merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran.

Meta-learning memainkan sebuah peran kunci didalam sebuah regulasi diri belajar pebelajar, membangun kemandirian atas kerja yang kolaboratif. Dengan demikian metakognisi adalah merupakan mesin dari pembalajaran.

Kompetensi metakognitif meliputi pemecahan masalah, mengembangkan strategi pembelajaran, keputusan kritis dan berpikir divergen. Dengan demikian ada beberapa konsep yang dekat dengan belajar cara belajar yaitu : intelegensia, pemecahan masalah dan strategi pembelajaran.

Pendidikan Neo Humanistik

Menurut para ilmuwan, potensi manusia itu sungguh tak terbatas, akan tetapi hingga tingkat peradaban sekarang ini kita baru menggunakan hanya satu persen saja dari seluruh potensi tersebut. Apabila benar demikian, maka tugas paling utama pendidikan ialah menimba keluar seluruh potensi yang dimiliki oleh setiap manusia agar setiap manusia menjadi manusia seutuhnya, komplit. Dan inilah memang tugas Pendidikan Neo Humanis, di mana dilakukan upaya-upaya secara terpadu untuk menyadap potensi tertinggi di dalam diri setiap anak, pada setiap waktu dan setiap tempat. (Mustaqin. 2008)

Pendidikan Neo Humanis memberikan pendidikan kepada keseluruhan bagian yang membentuk anak itu : bukan hanya menghafalkan informasi dan menjejalkannya kepada intelek, atau melatih anak menjadi robot agar guru menjadi senang karena anak itu akan mengeluarkan jawaban-jawaban yang dikehendaki yang dikatakan sebagai benar.

P.R. Sarkar mengatakan bahwa pada setiap orang ada kehausan akan sesuatu yang tak terbatas. Satu tugas terpenting dari pendidikan adalah membangkitkan keinginan akan perluasan yang tak terbatas itu, ilmu pengetahuan yang tak terbatas. Yang harus dibangkitkan pada setiap siswa adalah perasaan, “Saya ingin mengetahui/menyatu dengan kosmos.”

Sistem pendidikan tradisional masih jauh dari usaha sedemikian ini. Harapan yang dimiliki oleh setiap anak yang lahir ternyata hancur berantakan, sebagai akibat adanya ketidakadilan yang terjadi dewasa ini. Manusia mulai seperti kupu-kupu dan berakhir sebagai kepompong.

Sudah saatnya sistem pendidikan dirancang sedemikian rupa sehingga tidak menghasilkan orang-orang yang berpengetahuan setengah-setengah yang kemudian berkembang menjadi agresip, bingung, pembangkang dan frustrasi. Akibat selanjutnya, rangkaian jaringan sosial menjadi semakin rusak. Dilihat secara keseluruhan, semakin banyak saja anak-anak remaja yang putus sekolah, keluyuran, dan terjerumus ke dalam penggunaan obat-obat terlarang (narkoba), merusak lingkungan, terkena penyakit kelamin, minggat dari rumah, gila atau bunuh diri.

Sudah sedemikian banyak dana dan waktu dikorbankan untuk mencoba membenahi sistem pendidikan. Tetapi sayang, banyak yang gagal, karena perhatian dipusatkan kepada sumber masalah yang keliru yaitu dengan menambah intensitas menjejalkan informasi. Di banyak negara, pembaharuan di bidang pendidikan berarti menambah jam dan bahan pengajaran serta memompakan lebih banyak informasi kepada anak-anak yang sebenarnya sudah jenuh. Kesibukan menghafalkan informasi ini telah memerosotkan mutu dan martabat manusia dan menghancurkan jiwa para siswa itu.

Ketika anak-anak dipandang sebagai sebuah keranjang yang fungsi utamanya menerima, menyimpan dan mengeluarkan kembali data dan fakta itu, maka proses belajar itu akan bersifat mekanistis dan para siswa yang jenuh itu akan menjadi agresif dan frustrasi atau mencari pelampiasan emosinya yang tidak terkendalikan. Kita memerlukan perubahan dan perubahan itu harus dilakukan sekarang.

Penjelasan P.R. Sarkar ditunjang oleh kaidah-kaidah ilmu fisika modern bahwa kehadiran kita bukan sekadar kenyataan yang nampak oleh panca indera, tetapi merupakan suatu rangkaian berkesinambungan dari berbagai lapisan kesadaran yang mulai dari lapisan yang paling kasar yaitu badan jasmani, melanjut menuju lapisan-lapisan yang lebih halus yaitu lapisan-lapisan psikis, dan akhirnya sampai pada suatu medan yang menyatu dengan kesadaran tak terbatas. Keseluruhan lapisan psikis itu dapat diidentifikasi ke dalam 5 lapisan:

1. Kesadaran Jaga (Conscious Mind) : PENGINDERAAN

2. Bawah Sadar (Subconscious Mind) : INTELEK

3. Lapisan pertama Kesadaran Supra : KREATIVITAS

4. Lapisan kedua Kesadaran Supra : INTUISI

5. Lapisan ketiga Kesadaran Supra : SPIRITUALITAS

Di dalam setiap kesadaran yang lebih tinggi terdapat sumber pengetahuan yang lebih luas yang lebih memberikan kebahagiaan, karena lapisan yang lebih tinggi ruang lingkupnya lebih luas dan mengandung cadangan energi yang bukan main banyaknya. Lapisan-lapisan ini bukan sekadar konsepsi teoritis kaum psikolog, tetapi merupakan level yang berfungsi dapat dialami oleh setiap orang yang berlatih dengan penuh disiplin menjelajahi jiwanya. Tetapi sayang, pada umumnya orang tidak menyadari adanya level-level terpenting dari jiwa yang terdalam; dan kita biasanya hidup dengan dua level yang lebih rendah yaitu lapisan sadar dan bawah sadar saja.

Apa yang menjadikan Pendidikan Neo Humanis itu unik ialah bahwa sistem dan metode pendidikan ini secara sistematis mengembangkan semua lapisan keberadaan manusia dan secara berangsur-angsur mangarahkan individu menuju tujuan yang tidak terbatas. Jadi Pendidikan Neo Humanisme ini sebenarnyalah merupakan pendidikan keseluruhan (holistik education), karena di dalam proses pendidikan itu tidak terdapat bagian kesadaran manusia yang terabaikan, tidak ada aspek kehidupan manusia yang tidak ditangani. Dengan memahami karakteristik eksistensi manusia secara keseluruhan maka seorang pendidik akan lebih mudah menggali metode-metode pengajaran yang lebih sesuai dengan psikologi anak didik.

Tujuan Pendidikan Neo-Humanistik :

· Mengembangkan potensi anak sepenuhnya : fisik, mental, dan spiritual.

· Membangkitkan kehausan akan ilmu pengetahuan dan senang (cinta) belajar.

· Membekali anak-anak dengan kemampuan akademik dan kemampuan lainnya yang diperlukan untuk pendidikan selanjutnya.

· Memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak yang meliputi moralitas, integritas, percaya diri, disiplin, dan kerjasama.

· Mengembangkan kemantapan fisik dan ketahanan mental melalui yoga dan meditasi, olahraga dan bermain.

· Mengembangkan rasa estetika dan penghargaan terhadap kebudayaan melalui drama, tari, musik dan senirupa.

· Mendorong anak-anak agar menjadi anggota masyarakat yang aktif dan Bertanggungjawab

· Meningkatkan kesadaran ekologi dalam makna yang paling luas, yaitu kesadaran akan saling terkaitnya segala sesuatu, dan mendorong rasa hormat dan peduli terhadap semua makhluk.

· Meningkatkan Pandangan Universal, terbebas dari perbedaan agama, warna kulit, jenis kelamin, dsb.

Aspek-aspek kepribadian manusia dan metode pendidikan neo humanis untuk Mengembangkannya:

1. Badan jasmani pengembangannya melalui latihan-latihan gerak badan yang ringan dan kasar, latihan yoga yang halus (yoga asanas), tarian, dan makanan sehat.

2. Kesadaran sadar pengembangannya melalui kegiatan sensori-motorik termasuk latihan-latihan dalam kehidupan praktis, lingkungan yang mendukung, etika atau kegiatan pro-sosial.

3. Kesadaran bawah sadar pengembangan intelek melalui kegiatan-kegiatan sensori-motor dan penggunaan permainan dan fantasi (playway method).

4. Kesadaran kreatif pengembangan inisiatif sendiri dan ekspresi diri melalui seni yang kreatif, permainan fantasi dan drama.

5. Kesadaran intuitif pengembangan kebijaksanaan yang halus dan cinta universal melalui kurikulum Lingkaran Kasih (Circle of Love) dan penggunaan cerita dan lagu-lagu yang memiliki nilai universal.

6. Kesadaran spiritual pengembangannya melalui meditasi (quiet-time), cerita dan lagu-lagu spiritual, dan tarian yoga yang halus.

C. Urgensi perubahan paradigma yang diperlukan dalam implementasi Pembelajaran Holistik

Belajar hakekatnya adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sabagai hasil dari proses belajar dapat diindikasikan dalam bebagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan, keterampilan dan kemampuan serta perubahan aspek-aspek yang lain yang ada pada individu yang belajar.

Seperti yang dikemukakan oleh George J. Mouly dalam bukunya bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku seseoran berkat adanya pengalaman. Pendapat senada disampaikan oleh kimble dan Garmezi yang menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relative permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan Garry dan Kingsley menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang orisinal melalui pengalaman dan latihan-latihan.

Dengan demikian, inti dari belajar adalah adanya perubahan tingkah laku karena adannya suatu pengalaman. Perubahan tingkah laku tersebut dapat berupa perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman dan apresiasi. Adapun pengalaman dalam proses belajar ialah bentuk interaksi antara individu dengan lingkungan.

Berlakunya kurikulum 2004 yang bebasis kompetensi yang menjadi roh bagi berlakunya kurikulum 2006 KTSP menuntut perubahan paradigm dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya di lembaga pendidikan formal. Perubahan tersebut harus puladiikuti oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di sekolah (di dalam kelas ataupun di luar kelas).

Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada murid (student centered); me­todologi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori; dan pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual. Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun basil pendidikan.

Satu inovasi yang menarik mengiringi perubahan paradigma tersebut adalah ditemukan dan diterapkannya model Pembelajaran- Holistik. Inovasi yang bermula dari suatu pandangan pilosofis esensialisme, kemudian berkembang pada berbagai mata pe­lajaran atau bidang studi. Apa sesungguhnya praktik belajar ini? Praktik belajar diartikan sebagai,suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori/kon­sep-konsep melalui pengalaman belajar praktik-empiris. Dalam konteks yang lebih luas, Oleh karma dalam model pembelajaran ini basil akhirnya adalah assessment (penilaian) yang bersifat komprehensif, baik dari segi proses maupun produk pada semua aspek pembelajaran, yaitu aspek kognitif, afektif, maupun psiko­mototrik.

Berdasarkan paparan di atas, maka model pembelajaran Holistik mendasarkan diri (self oriented) pada kecenderu­ngan pemikiran tentang belajar sebagai berikut:

1. Proses Belajar

· Belajar tidak hanya sekadar menghafal. Siswa harus meng­onstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri sendiri.

· Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola­-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.

· Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki se­seorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.

· Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-­fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.

· Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam me­nyikapi situasi baru.

· Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.

· Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiiring dengan perkembang­an organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang.

2. Transfer Belajar

· Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pembe­rian orang lain.

· Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit).

· Penting bagi siswa untuk tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.

3. Siswa scbagai Pembelajar

· Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecende­runpn untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.

· Strategi belajar itu pcnting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.

· Peran orang dewasa berperan membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.

· Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

4. Pentingnya lingkungan belajar.

· Belajar efektif itu dimualai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa.

· Pengajaran harus berpusat pada bagaimana siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih penting daripada hasilnya.

· Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.

· Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

· Media pembelajaran harus dirangcang dan dikembangkan untuk memberikan lingkungan yang interaktif, memotivasi dan menyenangkan.

Bersarkan kerangka konseptual tersebut, ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah dan menyentuh dimensi fisik, kognitif dan jiwa, mental dan emosional anak. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi (Rote Learning) terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.

Model-model pembelajaran holistik merupakan konsep belajar yang membantu guru untuk mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya denga penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil.

Untuk memabvntu siswa mamahami konsep-konsep dan memudahkan guru dalam mengajarkan konsep-konsep tersebut diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang langsung mengaitkan materi konteks pelajaran dengan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Permasalahanannya sekaerang adalah adalah bagaimana menemukan cara yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarakan sehingga siswa dapta menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana gur dapat berkomuniksi dengan baik terhadap siswanya? Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswa, sehingga dapat mempelajari berbaagai konsep dan cara mengkaitkannya dalam kehidupan nyata? Bagaimana sabagai guru yang baik dan bijakssana mampu menggunakan model pembelajaran yang dapat menyentuh keseluruhan aspek fisik, kognitif, jiwa, mental dan emosional?

D. Faktor-faktor yang mendorong implementasi pembelajaran holistik

Dorothy Law Nolte pernah menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupan lingkungannya, lengkapnya adalah:

Jika anak dibesarkan dengan celaan,

ia belajar memaki

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,

ia belajar berkelahi

Jika anak dibesarkan dengan cemoohan,

ia belajar rendah diri

Jika anak dibesarkan dengan penghinaan,

ia belajar menyeasali diri

Jika anak dibesarkan dengan toleransi,

ia belajar menahan diri

Jika anak dibesarkan dengan pujian,

ia belajar menghargai

Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan,

ia belajar keadilan

Jika anak dibesarkan dengan rasa aman,

ia belajar menaruh kepercayaan

Jika anak dibesarkan dengan dukungan,

ia belajar menyenangi diri

Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,

ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan

Lingkungan sangat berperan penting dalam kehidupan anak, sehingga dalam pendidikan formal, dalam proses belajar mengajar, menyediakan lingkungan yang mennunjang perkembangan anak didik amatlah penting, kini bisa dipertimabangkan dengan cara apa seorang pendidik seharusnya membentuk anak didiknya?

Ada karateristik khas dalam menghadapi peralihan dari era industri ke era informasi (Hughes.2007)

Organisasi era indurtri

Organisasi era Informasi

Produksi masa

Kostumisasi masa ( Pelayanan)

Buruh melayani mesin

Mesin melayani buruh

Struktur komando/Perintah dan kendali manajemen

Struktur kendali manajemen bersama

Modal intesif

Pengetahuan intensif

Modal berarti produksi

Buruh berarti produksi

Modal adalah pengerak utama

Pengetahuan adalah penggerak utama

Fenomena yang ditunjukan pada tabel 2, perkembangan daya kerja harus tumbuh melampaui perkembangan pekerjaan persiapannya tidak harus pada keterampilan pekerjaan khusus, namun lebih pada daya kerja yang bersifat umum yang meliputi keterampilan motorik, social dan intelektual. Dengan pemahaman kondisi keterbatasan dan peluang bisa didapatkan dua keuntungan pertama, mode pemahaman diri yang akan membuat siswa lebih terbuka dan sensitif pada perbedaan, kedua ini akan membuat siswa lebih cerdas dan peka dalam menentukan apakah mereka dapat atau tidak dapat bekerja bagi orang lain atau bahkan untuk masyarakat secara luas ketika mereka berada pada posisi yang lebih baik untuk tahu ada apa dengan diri mereka dalam hubungan apa dengan orang lain.

Faktor-faktor pendorong yang secara signifikan mendorong impelentasi pembelajaran holistik ini adalah: muculnya gerakan neo humanistic, kesadaran akan pentingnya pendidikan yang integral pada anak sehingga tumbuh kembang anak berlangsung secara seimbang dalam ke tiga aspek yaitu pikiran, tubuh dan jiwa (mind, body and soul ), terungkapnya kecerdasan majemuk pada anak oleh Howard Gagner semakin mengukuhkan akan pentingnya sebuah pembelajaran yang menyediakan lingkungan dalam mendukung keutuhan dan keberlanjutan potensi anak.

E. Integrasi Pembelajaran Holistik di Dalam Proses Pembelajaran

1. Integrasi Pengetahuan, keterampilan, nilai dan bahasa dalam pembelajaran

Pendidikan holistik berdasarkan aspek-aspek yang telah dijelaskan sebelumnya didefinisikan sebagai sebuah proses simultan untuk meningkatkan perkembangan secara keseluruhan dari setiap individu dengan menguasai pengetahuan, keterampilan dasar, internalisasi nilai-nilai luhur dan penggunaan bahasa yang tepat dalam belajar dan mengajar. Walaupun, konsep-konsep pengintegrasian hanya dapat dipahami dan dimaterialisasikan di dalam kelas jika konsep dari pengetahuan dan nilai-nilai didefinisikan sesuai dengan prinsip-prinsip yang dipegang oleh masyakat secara umum. Ini sangat sesuai dengan prisip-prinsip pendidikan sepanjang hayat yang merupakan proses akuisisi dan transfer pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dengan menggunakan bahasa Indonesi.

Akuisisi dan transfer pengetahuan sangat dekat hubungannya dengan kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif, dengan demikian bahasa dipahami sebagai suatu alat yang sangat penting dalam kefektifan transfer pengetahuan dari disiplin mengajara di kelas. Melalui penggunaan bahasa dan gramatikal yang tepat, ide-ide dan konsep dapat disampaikan secara efektif melalaui pengajaran. Dengan demikian bahasa sesungguhnya memainkan peranan yang sangat penting di dalam bangunan pengetahuan jika bentuk-bentuk intelektual merupakan salah satu komponen utama di dalam diri siswa yang sesungguhnya menjadi pelindung sesuai konsep pendidikan holistik. Untuk membangkitkan pemikiran kritis, transfer pengetahua bertujuan untuk menciptakan makna didalam pikiran dan emosi siswa. Dengan kata lain transfer pengetahuan merupakan selipan di dalam pendidikan holistik yang melampaui penyampaian fakta-fakta dan informasi.

2. Integrasi Pengalaman Belajar

Di dalam proses belajara mengajar suatu pelajaran di sekolah, ketertarikan para siswa hanya dapat dipancing dan dipertahankan jka para guru mampu mengintergrasikan berbagai disiplin kedalam sesuatu yang bermakna dan kontektual. Pelajaran yang diajarkan dapat dibuat bermakna jika menerapkan proses intergrasi seperti perencanaan model-model. Integrasi disiplin mempersyaratkan guru untuk memahami perbedaan antara makna dari istilah konsep, fakta, teori, hipotesis dan juga jeneralisasi, dengan demikian para guru perlu memahami basis epistemology yang melandasi berbagi mata pelajaran dalam menerapkan pendidikan holistik melalaui pengajaran pelajaran. Ini secara definitive memerlukan penekanan konsep sepi tertentu misalnya konteks atas isi; konsep atas fakta; pertanyaan atas jawaban dan kualitas atas kuantitas dalam pengajaran mereka. Walaupun, sebuah titik hubungan untuk dibuat disini.

Integrasi dari disiplin tidak hanya dipahami dari perspektif integrasi mata pelajaran. Integrasi pelajaran haru dibuat menantan interprtasi secara meyeluruh dari pengetahuan. Pengetahuan dapat dipandang sebagai (1) pengetahuan dari seseorang dan penciptanya; (2) pengetahuan dari seseorang dalam hubungannya dengan sesamanya dan (3) pengetahuan seseorang dan interaksinya dengan lingkungan dalam perspetif manusia Bali ini sering disebut sebagai Tri Hitakarana.

3. Integrasi Teori dan praktek dalam Pembelajaran

Transfer pengetahuan dan keterampilan melalui pembelajaran tidak lepas dari infuse dari nilai-nilai luhur, dengan demikian dengan memiliki nilai-nilai tersebut sebagai sebuah platform untuk pembentukan karakter, mengajar berbagai pelajaran harus bertujuan mengembangkan potensi dan minat siswa yang berbeda-beda. Walaupun ini tidak dapat dicapai jika para guru tidak mampu menyatukan antara aspek teori dan praktekdari pelajaran yang diajarkan dan mengajar telah mengurangi keadaan takberdara dan proses monoton.

Mengajar berbagai disiplin pada tingkatan teoritis tidak lepas dari keterkaitan antara teori dan pengalaman kehidupan sehari –hari dapat dihasilkan dalam keadaan siswa pasif menjadi penerima pengetahuan. Oleh karena itu integrasi teori dan praktek dala pelajaran yang diajarkan meminta keterlibatan aktif yang mencakup konteks di dalam dan di luar kelas. Dengan kata lain aspek integrasi ini lebih dekat dengan aspek kokurikuler dari proses pembelajaran.

4. Integrasi Pengalaman belajar di dalam dan di luar Ruang Kelas

Penerapan konsep pendidikan holistik kedalam praktek yang bermakna harus sebarluaskan tergantung pada proses intergrasi aspek formal dan nonformal dari kurikulum. Ini disebabkan karena lingkungan merupakan factor yang krusial dalam menyesuaikan makna kontektual dari sebuah proses belajar mengajar. Pandangan ini didukung oleh Flake (1993) yang percaya bahwa system ekologi dan lingkungan memainkan peranan dominan didalam penemuan makna di dalam diri pada individu di dalam proses pembelajaran. Pandangan ini juga didukung oleh Clark yang menyatakan bahwa proses pembelajaran dapat diperkaya melalui konteks subektif, konteks symbol dan ekosistem atau konteks global. Mengambil berbagai konteks tersebut, pengalaman belajar harus menyediakan lingkungan yang dapat mengaitkan dengan kejadian masa lalu, masa kini dan masa depan.

Aspek yang penting dari pendekatan holistik harus secara kritis menguji antisipasi dari perubahan pendidikan. Ini telah dilaksanakan dengan melihat perubahan ringan dalam pendidikan yang dikaitkan ke dalam makna yang menyeluruh. Penggunaan bahasa di dalam proses belajar mengajar harus dilihat sebagai symbol persatuan diantara anak didik dari berbagai suku dan agama. Dengan demikian konteks pendidikan holistik dari kurikulum, berbagai aspek dari proses pembelajaran yang bemakna adalah secara definitive dimasuki konsep Ketuhanan atau pencipta yang merupakan causa prima dari keseimbangan ekologi dan keharmonisan, sebuah posisi metafisik yang ditemukan didalam setiap agama di negeri ini. Semua agama yang ada di Indonesia, dalam hal ini, factor-faktor kontekstual yang mempengaruhi proses dan pengalaman belajar tampak sebagai perpanjangan dari pengalaman di ruang kelas ke dalam dimesi global dan metafisik.

5. Integrasi strategi belajar dan mengajar.

Penekanan dari integrasi strategi belajar mengajar dalam konsep pendidikan holistik adalah pengembangan pemikiran tinggkat tinggin(Higher order thinking) ditujuajuka untuk pengembangan aspek kognitif dari individu pebelajar. Meskipun demikian, pengembangan intelek tidak bisa dipisahkan dari aspek lainnya dari perkembangan individu yang juga menyangkut dimensi affektif dan fisik. Dalam rangka implementasi pemikiran tingkat tinggi pada siswa, Butler (1993) berpandangan bahwa aspek-aspek penyerta adalah penting di dalam strategi belajar mengajar. Pertama siswa harus dilibatkan di dalam proses berpikir kritis yang melibatkan berpikir reflektif dan strategi pemecahan masalah yang bertentangan dengan strategi belajar mengajar yang berjalan secara alamiah. Berfikir reflektif misalnya melibatkan pemikiran yang medalam atau metakognitif yang mempersyaratkan siswa untuk membuat hubungan bermakna antara disiplin mengajar dan belajar.

Penilaian Tugas Autentik

Tugas Penilaian autentik harus sesuai isi dan keterampilan yang sedang dipelajari. (Smaldido.et.al. 1995) Tugas penilaian harus mewakili bagaimana disiplin diterapkan dalam dunia nyata. Media dan teknologi dapat digunakan sabagai bagian dari penilaian autentik, seperti misalnya dalam pemroduksian produksi video dan mengembangkan slide dan presentasi audiotape dan laporan yang dibuat dengan computer.

Penilaian autentik biasanya memiliki karakteristik:

· Mempunyai lebih dari satu pendekatan yang tepat.

· Mamcu pemikiran bukan sekedar ingatan tentang fakta-fakta.

· Mempersyaratakan pembuatan keputusan, tidak sekedar ingatan.

· Mengembangkan pemikiran dengan cara yang bervariasi

· Memandu pemecahan masalah lain

· Membangkitkan pertanyaan yang lain.

Jenis-jenis penilaian autentik menyangkut:

· Proyek siswa seperti menulis penilaian, proyek ilmiah dan poster.

· Kinerja seperti berpidato, atau menunjukan senam atau pertahan diri.

· Pertanyaan oral, antara guru dan siswa

· Diskusi topic-topik controversial dan kejadian terkini

· Portopolio, termasuk contoh kerja siswa dengan ringkasan dan refleksi.

6. Integrasi Media pembelajaran sebagai pendukung pengalaman belajar

Media sangatlah mendukung dalam memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi anak didik. Untuk memediasi berbagai gaya belajar yang dimiliki oleh anak didik maka memerlukan banyak media sehingga belakangan lebih sering disebut sebagai Multimedia.

Prinsip-prinsip multimedia menyatakan bahwa orang belajar lebih baik dari kata-kata dan gambar dari pada hanya dengan kata-kata belaka. (Fletcher dan Tobias. 2005) Ini didukung secara empiric diturunkan dari teori yang menyarankan bahwa kata-kata dan gambar membangktkan pemrosesan konsepsual yang berbeda dan persepsi dan pembelajara itu adalah proses aktif-konstruktif. Kemudian ini didukung oleh penelitian bahwa telah ditemukan keunggulan retensi dan transfer belajar dari kata-kata yang ditambahi gambar dibandingkan dengan hanya kata-kata saja dan keunggulan transfer ketika cerita di ikuti dengan animasi dibandingkan dengan ketika narasi dan animasi ditampilkan secara mandiri. Penelitian lebih lanjut juga menemukan bahwa keefektifan gabungan antara gambar dan berbagai teks dengan isi yang dipelajari, kondisi dibawah mana kinerja diukur, dan perbedaan individual di dalam kemampuan spasial, pengetahuan awal dan kemampuan belajar secara umum.

Mayer mengatakan bahwa orang belajar lebih baik dari kata-kata dan gambar dari pada hanya dengan kata-kata saja, atau kususnya bahw a orang akan belajar lebih mendalam ketika gambar digabungkan dengan text secara tepat yang kemudian disebut sebagai prinsip multimedia, Mayer juga mendefenisikan multimedia pembelajaran sebagai belajar dari kata-kata dan gambar. Mayer juga menambahkan dalam penelitian lanjutannya bahwa bagaimana media digunakan sangatlahlah berpengaruh dalam perolehan belajar.

Teori kognitif multimedia pembelajaran yang diungkapkan oleh Mayer berbasis pada tiga asumsi dasar yang mengulangi penelitian sebelumnya menemukan bahwa (1) dalam diri manusia terjadi pemisahan saluran pemrosesan untuk informasi visual dan auditori. (2) saluran itu terbatas dalam jumlah setiap informasi yang dapat diproses dalam satu saat dan (3) belajar adalah kegiatan aktif dan konstruktif yang terdiri dari menyaring, mengorganisasikan dan menggabungkan informasi melalui saluran tersebut.

Berikut ini ada beberapa penetian pendukung berkaitan dengan pemanfaatan Media dalam proses belajar mengajar

Zoanetti dalam penelitianya ” Interactive computer based assessment tasks: How problem-solving process data can inform instruction” menyatakan dalam pengembangan sistem penilaian berbasis teknologi ada banyak rancangan keputusan yang perlu dibuat dalam merancang system penilaian dengan mengadopsi penilaian yang kaya teknologi yang berisikan tugas kompleks dalam pencatatan data.

Kajian mengkonfirmasi bahwa pengguna teknologi digital remaja awal memiliki akses yang baik pada teknologi digital yang berbeda dan telah digunakan didalam sebuah berbagai aktivitas digital, beberapa cukup komleks dan yang lainnya lebih dasar dengan demikian factor utama pembuatan kelompok yang berbeda adalah tingkat dan jenis penggunaan teknologi daripada kemampuannya. Faktor-faktor gender menunjukan pengaruh yang kecil menyokong anak laki-laki untuk melakukan kegiatan seperti membuat bahan-bahan multimedia dan sebuah tampilan web.kegiatan karya digital dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pembelajaran siswa utamanya bagi yang menyukai karya multimedia katagori music, bunyi, gambar.

Man-Ki MOON,. Surng-Gahb JAHNG,. Tae-Yong KIM 2011 dalam penelitian tentang pemanfaatn Game digital sebagai media pembelajaran menyatakan Pencapain perolehan belajar, gabungan dalam sebuah desain pembelajaran yang luas memainkan peran kunci dalam keberhasilan untuk itu gabungan pendekatan pembelajaran berbasis Game dari simulasi pengelolaan dengan berbagai elemen tambahan kedalam desain pembelajaran yang menekankan (1) pertukaran antara teman yang berkelanjutan baik secara online dan offline, (2) kerja tim dan permainan tim (3) menuliskan refleksi pada keputusan dan menemukan hubungan, (4) menyarankan pepanjangan simulasi didalam sebuah seminar makalah (5) pertimbangan secara teoritis mengenai topic-topik yang berhubungan dengan simulasi. Game digital untuk pendidikan algorithma dalam bidang kecerdasan buatan mampu memotivasi munculnya pembelajaran dan bisa diterapkan pada setiap level pendidikan dengan menerapkan metode yang sama.

Kiyici dalam penelitiannya tenetang persepsi calon guru tentang Pengunaan HCI dalam desain media magungkapkan untuk menyediakan linggkungan belajar yang menunjang proses pembelajaran mandiri siswa pengembang media pembelajan perlu memperhatikan human computer interaction (HCI) karena ini akan mempengaruhi tingkat kefektifan penggunaan media.

Knowles (dalam Sellers. 2011) mengatakan ada empat asumsi berkaitan dengan orang dewasa dan pembelajaran: konsep diri, pengalaman, kesiapan untuk belajar dan orientasi untuk belajar. Konsep diri mencerminkan karakter pengarahan diri dari pebelajar dewasa dari pada ketergantungan alamiah dari anak-anak. Prinsip pengalaman secara sederhana mengakui kebutuhan untuk menggambar pada orang dewasa yang kaya sumber pengalaman. Kesiapan untuk belajar mengindikasikan bahwa orang dewasa berbeda dengan anak-anak dalam tingkat perkembangan mereka dan sebagai hasil mempunyai kebutuhan khusus. Orientasi pembelajaran mengasumsikan bahwa orang dewasa meletakan lebih banyak nilai yang mampu diterapkan secara praktis pembelajarannya.

Knowles juga melanjutkan, ada tiga alasan antara bagi pembelajaran pengrahan diri pada orang dewasa: (1) mereka memasuki pembelajaran dengan lebih terencana dan dengan motivasi yang lebih besar. Mereka juga cenderung untuk menguasai dan mebergunakan apa yang mereka pelajari lebih baik dan lebih lama daripada melakukan (2) aspek mendasar dari kematangan mengembangkan kemampuan untuk menambah tanggung jawab bagi kehidupannya yang akan menambah pengarahan diri. (3) siswa memasuki program tersebut tanpa pernah mempelajari keterampilan pengarahan diri akan mengalami kegelisahan, frustasi dan sering gagal, demikian juga dengan gurunya.

Strategi pembelajaran dalam pembelajaran holistik Melibatkan kolaborasi antaran guru dan siswa dan orang lain ( anggota komunitas) untuk merajut kebutuhan dan harapan individu pebelajar. Fitur aktif, menantang, otentik dan pembelajaran multi disiplin. Pembelajaran holistik dapat membantu siswa untuk meraih cita-cita dan harapannya, menggunakan dan mengembangkan kemampuannya, membangun di atas pengetahuan dan pengalaman awal dan mengembangkan pembelajran sepanjang hayat.

Pembelajaran holistik membesarkan hati instruktur untuk menyediakan bagi masing-masing siswa untuk melingkupi gaya belajar, rasio pembelajaran, interaksi pembelajaran dengan pebelajar lainnya. Lingkungan belajar mengajar holistik telah membantu siswa teknik yang secara tradisional kesuksesan lebih kecil demikian hasil penelitian Bernold.et al (Bernold. Et.al. 2000) lebih lengkapnya merekan menemukan bahwa kontribusi utama dari kajian adalah menyediakan data yang menilai efek dari pengajaran holistik padan kinerja siswa teknik di dalam pembelajaran klasik. Dari data menyarankan bahwa pengajaran holistik dan pembelajaran kooperatif boleh jadi pada kenyataannya membantu lebih banyak siswa berbakat menjadi berhasil.

Dalam penelitian oleh Patel mengungkapkan bahwa pendekatan holistik membangun siswa menjadi kritis, percaya diri dan mandiri disamping juga membuat proses pembelajaran pembuktian diri yang mengenali secara eksplisit sang diri dan konteks social belajar dan mengajar, dan mengenali kebutuhan individu pebelajar dalam berinteraksi yang berlangsung dalam interaksi konteks social signifikan. Hasil dari penerapan pendekatan holistik telah keberlanjutan pada tingkat kehadiran yang tinggi pada saat kuliah dan seminar, memperbaiki kemajuan, dan apresiatif dan kepuasan kelompok.

. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan terkait dengan masalah yang dibahas dalam makalah ini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Pembelajaran holistik dilandasi oleh ajaran para fisuf dan kaum humanis. Pembelajaran Holistik didepinisikan sebagai didefinisikan sebagai sebuah proses simultan untuk meningkatkan perkembangan secara keseluruhan dari setiap individu dengan menguasai pengetahuan, keterampilan dasar, internalisasi nilai-nilai luhur dan penggunaan bahasa yang tepat dalam belajar dan mengajar.

2. Munculnya konsepsi pembelajaran holistik didukung oleh teori belajar aliran kognitif seperti Gestalt, teori belajar Sosial, konstruktivistik, neo humanistic dan juga kajian mendalam pada metakognitif.

3. Urgensi perubahan paradigma yang diperlukan dalam implementasi Pembelajaran holistik sangatlah mendesak karena penerapan paradigma pembelajaran dengan pola lama sudah tidak relevan lagi dengan kondisi terkini berkaitan dengan perkembangan teknologi, derasnya informasi dan kebutuhan dari anak didik sendiri bahwa belajar harus bermakna produktif bukan konsumtif dan bahwa jiwa adalah komponen mendasar dari sesorang yang berkaitan dengan potensi individual yang menunjang element-elemen intelektual, emosional, spiritual dan fisik.

4. Ada beberapa faktor pendukung implementasi pembelajaran holistik antara lain tumbuhnya kesadaran akan perlunya sebuah inovasi pembelajaran yang bercorak humanistic yang memandang keutuhan antara aspek fisik, kognitif, mental emosional serta spiritual anak dapat berkembang secara simultan.

5. Implementasi konsepsi pembelajaran holistik meliputi: (a) Integrasi Pengetahuan, keterampilan, nilai dan bahasa dalam pembelajaran, (b) Integrasi Pengalaman Belajar, (c) integrasi Teori dan pratek dalam pembelejaran, (d) Integrasi Pengalaman belajar di dalam dan di luar Ruang Kelas, (e) Integrasi strategi dalam mengajar, (f) Integrasi media sebagai pendukung pengalaman belajar.

B. Saran-saran

Melihat kondisi terkini dalam dunia pendidikan negeri ini, perubahan pola dan paradigma belajar seharusnya sudah mulai dibenahi. Ini tentu memerlukan good will dan will power dari semua pihak yang berkepentingan dalam dunia pendidikan. Belajar yang hanya menjejalkan fakta dan informasi yang berorientasi produk, dimana nilai dijadikan indicator utama sebagai representasi keberhasilan anak didik sudah harus dikubur dalam-dalam. Anak didik berhak mendapatkan keadilan dalam praktik pendidikan yang dilaksanakan untuk membangun manusia yang berkarakter dan siap menghadapi tantangan jaman untuk selalu balajar sepanjang hayat dengan membekali meraka keterampilan yang mendasar yaitu belajar cara belajar.

Daftar Pustaka

Günther M, Kiesling E. and Stummer C., 2011. “Game-Based Learning in TechnologyManagement Education: A Novel Business Simulation” : i-Journal of Education Technology Vol.6 No 1.

Aspin. David. N., Chapman. Judith. D. 2007. Values Education and Lifelong Learning. Springer:Netherland.

Bernold., L.E,. at.al (2000). Impact of Holistik and Learning-Oriented Teaching on Academic Success. Journal of Engineering Education. NC.

Ismail. Habsah,. Hassan. Aminuddin. (2009). “Holistik Education in Malaysia”: European Journal of Social Sciences. Vol. 9. ( 2.) halaman

Man-Ki MOON,. Surng-Gahb JAHNG,. Tae-Yong KIM 2011. “A COMPUTER-ASSISTED LEARNING MODEL BASED ON THE DIGITAL GAME EXPONENTIAL REWARD SYSTEM: The Turkish Online Journal of Educational Technology: Vol.10(1 )

Mayer, Richard. E. 2005. The Hanbook Cambridge of Multimedia Learning. Cambridge University Press:NY.

Mick Grimley and Mary Allan. 2010.” Towards a pre-teen typology of digital media. Autralian Journal of education Technology. Vol. 26.(5)

Mübin KIYICI 2011. Determination of Perceptions of the Teacher Candidates Studying in the Computer and Instructional Technolog Department Towards Human-Computer Interaction and Related Basic Concepts” The Turkish Online Journal of Educational Technology: Vol.10. (2).

Patel,. Nadish,. V. 2003. “A Holistik Approach to Learning and Teaching Interaction: Factors in the Development of Critical Learners”. The International Journal of Educational Management 17 (6/7).

Phillip Hughes, 2007. Learning and Teaching for the Twenty-First Century. Springer:Bonn.

Selers. Myra. 2010. “The Role of Adult Learning - Lifelong Learning or Lifelong Education?” International Journal of Instructional Technology and Distance Learning. Vol. 7 (10)

Trianto. 2010. Medesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Kencana: Jakarta.

UNESCO. 2002. Learning Tobe A Holistik and Integrated Approach to Values education for Human Development. UNESCO:Bangkok.

Zoanetti. Nathan (2010). “Interactive computer based assessment tasks: How problem-solving process data can inform instruction”. Australian Journal of education Technology. Vol. 26. (5)

Tan, Yuh Huan., Tan, Seng Chee. 2010. “A Metacognitive Approach to Enhancing Chinese Language Speaking Skills With Audioblogs”: Autralian Journal of Education Technology 26(7).

Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Kencana: Jakarta.

Shen, Chun Yi., Liu, Hsiu-Chuan, 2011. Metacognitive Skills Develovement: A Web-Based Approach in Higer Education: The Turkish Online Journal of Education Technolgy. Vol 10. (2).