Sabtu, 23 Juni 2012

Pergeseran Paradigma


Kamis, 14 Juni 2012

Mastery Learning


APA YANG DIMAKSUD DENGAN  MASTERY LEARNING (PEMBELAJARAN PENGUASAAN) ?

Salah satu sarana untuk menyesuaikan pengajaran pada kebutuhan siswa yang beragam disebut pembelajaran penguasaan (Guskey, 1995). Gagasan dasar di balik pembelajaran penguasaan (mastery learning) ialah memastikan bahwa semua atau hampir semua siswa telah mempelajari kemampuan tertentu hingga tingkat penguasaan yang telah ditentukan sebelum beralih ke kemampuan berikut.
Pembelajaran penguasaan pertama kali diusulkan sebagai jalan keluar atas persoalan perbedaan masing-masing orang oleh Benjamin Bloom (1976), yang mendasarkan rekomendasinya sebagian pada hasil penelitian John Carroll (1963) sebelumnya. Sebagaimana dibahas sebelumnya, Carroll telah mengusulkan agar pembelajaran sekolah dikaitkan dengan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari apa yang sedang diajarkan dan jumlah waktu yang digunakan dalam pengajaran.
Salah satu implikasi model Carroll tersebut ialah bahwa, kalau waktu yang digunakan ternyata sama untuk semua siswa dan semua siswa menerima jenis pengajaran yang sama, perbedaan pencapaian siswa terutama akan mencerminkan perbedaan kecenderungan siswa. Namun, pada tahun 1968, Bloom mengusulkan agar, alih-alih memberikan jumlah waktu pengajaran yang sama kepada semua siswa dan membolehkan pengajaran berbeda, barangkali kita seharusnya meminta agar semua atau hampir semua siswa meraih tingkat pencapaian tertentu dengan membiarkan waktu berbeda. Maksudnya, Bloom mengusulkan agar kita memberi waktu dan pengajaran kepada siswa sebanyak yang mereka butuhkan untuk mengantarkan mereka semua pada tingkat pembelajaran yang pantas. Apabila beberapa siswa tampak berada dalam bahaya tidak belajar, mereka seharusnya diberi pengajaran tambahan hingga mereka benar-benar belajar.
Asumsi yang mendasari pembelajaran penguasaan ialah bahwa hampir setiap siswa dapat mempelajari kemampuan yang penting dalam kurikulum. Asumsi ini disampaikan kepada siswa maupun dilaksanakan oleh guru, yang lugasnya ialah memberikan pengajaran yang diperlukan untuk menjadikan harapan menjadi kenyataan.

Bentuk-Bentuk Mastery Learning

Persoalan yang melekat dalam setiap strategi pembelajaran penguasaan ialah bagaimana menyediakan waktu pengajaran tambahan kepada siswa yang membuhihkannya. Dalam beberapa riset tentang pembelajaran penguasaan, pengajaran tambahan ini diberikan di luar waktu pelajaran biasa, seperti seusai sekolah atau selama istirahat. Siswa yang tidak berhasil memenuhi kriteria
penguasaan (mastery Criterion ) yang sudah ditentukan sebelumnya (seperti 90 persen benar dalam ujian) setelah pelajaran diberi pengajaran perbaikan ( Corrective istruction) tambahan ini hingga mereka dapat memperoleh nilai 90 persenuntuk ujian serupa. Riset tentang program pembelajaran penguasaan yang memberikan pengajaran perbaikan selain waktu pelajaran biasa pada umumnya menemukan peningkatan pencapaian, khususnya bagi siswa yang berpencapaian rendah (Bloom, 1984; Kulik, Kulik & Bengert-Drowns, 1990; Slavin, 1987c).
Bentuk-bentuk pembelajaran penguasaan yang memerlukan waktu pengajaran tambahan tidak mudah diterapkan pada pendidikan dasar dan menengah, di mana jumlah waktu yang tersedia relatif sudah tetap. Misalnya, ada kemungkinan meminta siswa tetap tinggal seusai sekolah untuk menerima pengajaran perbaikan selama beberapa minggu, tetapi hal ini akan sulit direncanakan dalam jangka panjang. Juga, ada pertanyaan apakah waktu tambahan yang diperlukan untuk pengajaran perbaikan pada pembelajaran penguasaan tidak lebih baik digunakan untuk membahas lebih banyak bahan.
Salah satu bentuk pembelajaran penguasaan membedakan waktu pengajaran yang diberikan kepada siswa yang mempunyai kebutuhan yang berbeda dengan memberikan pengajaran perbaikan kepada siswa yang membutuhkan sambil membiarkan siswa yang tidak membutuhkannya melakukan pekerjaan pengayaan. Misalnya, guru ilmu bumi SMA mungkin memberikan pelajaran tentang gunung api dan gempa bumi. Pada akhir pelajaran tersebut, siswa akan diberi ujian singkat. Siswa yang memperoleh nilai kurang dari KKM akan menerima pengajaran perbaikan tentang konsep-konsep yang merupakan masalah bagi mereka, sedangkan siswa lainnya akan melakukan kegiatan pengayaan (enrichment activities), seperti mencari tahu tentang gampa bumi San Francisco baru-baru ini atau sejarah letusan Gunung Vesuvius yang mengubur kota kuno Pompeii. 

Menerapkan Prinsip-prinsip Mastery Learning

Ada lagu klasik Rolling Stones yang disebut "Time is on My Side." Barangkali tidak mungkin ada lagi lagu terra yang kurang tepat bagi guru. Namun, karma unsur pembelajaran penguasaan yang penting ialah pembedaan waktu unhik memenuhi kebutuhan perorangan, kita tidak dapat membahas penerapan pendekatan ini tanpa membicarakan strategi realistis untuk bekerja dengan kendala waktu di ruang kelas dewasa ini.
Asumsi dasar pembelajaran penguasaan ialah bahwa hampir semua siswa dapat mempelajari pengetahuan dan kemampuan yang penting dalam suatu kurikulum apabila pembelajaran tersebut diurai menjadi bagian-bagian komponennya dan disajikan secara berurutan. Untuk mengimplementasikan pendekatan ini dengan efektif, guru harus menghadapi beberapa tantangan.
Tantangan pertama ialah membagi isi dan/atau kemampuan menjadi unit-unit kecil yang dapat Anda saji kan secara berurutan dengan menggunakan strategi pengajaran yang masuk akal. Kemudian, Anda nanti perlu menilai siswa Anda. Data yang Anda peroleh akan membantu Anda menentukan dari mana dalam urutan kurikulum tersebut pengajaran Anda seharusnya dimulai. Penilaian kualitas akan memungkinkan Anda menghubungkan kegiatan pengajaran Anda dengan kebutuhan masing-masing siswa.

Ketika Anda terlibat dalam kegiatan pengajaran yang sesungguhnya, tantangan lain yang akan Anda hadapi ialah bagaimana menghadapi perbedaan dalam pembelajaran siswa. Bagi siswa yang dengan cepat memahami konsep, Anda nanti perlu meningkatkan mutu pembelajaran dengan mengembangkan peluang pengayaan yang relevan. Perluasan konsep dasar ini akan memungkinkan siswa ini tetap terlibat dalam kegiatan pembelajaran tingkat tinggi yang tepat sambil pada saat yang sama memungkinkan Anda memperluas kesempatan pembelajaran siswa yang membutuhkan lebih banyak waktu untuk menguasai dasar-dasar tersebut.
Untuk meningkatkan keefektifan proses pengajaran dan pembelajaran siswa berikutnya, Anda seharusnya terlibat dalarn evaluasi formatif (Formative Evaluation) terus-menerus: penilaian pembelajaran siswa yang sering dilakukan yang akan memungkinkan Anda menyesuaikan pengajaran Anda untuk mernenuhi kebutuhan masing-masing siswa Anda. Anda kemudian nanti perlu menyiapkan evaluasi sumatif (Sumative Evaluation) atau ujian akhir untuk masing-masing sasaran. Semua ini kemungkinan akan mengungkapkan bahwa sebagian pelajar masih belum mencapai tingkat penguasaan pengetahuan/kemarnpuan dasar dalarn kerangka waktu yang telah Anda sediakan. Anda nantinya perlu mengembangkan cara kreatif untuk mengajar kembali, menyajikan kesempatan pembelajaran alternatif, dan/atau memperluas latihan. Strategi seperti pengajaran perbaikan usai sekolah, pengajaran pribadi oleh sesama teman atau lintas-usia, atau penggunaan paraprofesional dapat membantu siswa mencapai penguasaan hal-hal yang mendasar.
Karena pendekatan pembelajaran penguasaan dapat menghabiskan tenaga dan waktu, Anda nantinya perlu bersikap selektif dalam penerapannya. Pengidentifikasian aspek-aspek utama kurikulum mana yang paling relevan untuk menerapkan pembelajaran penguasaan dan pembatasan penggunaan pendekatan ini pada situasi di mana pengetahuan/ kemampuan prasyarat sangat penting untuk pembelajaran masa mendatang akan meningkatkan kemampuan Anda menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran penguasaan dengan efektif. Anda dan siswa Anda akan merasa bahwa Anda telah melakukan investasi waktu dan tenaga dengan bijaksana apabila hasilnya adalah peningkatan pencapaian bagi semua.

Riset Tentang Mastery Learning

Riset tentang konseptualisasi pembelajaran penguasaan paling awal jauh kurang jelas daripada riset tentang bentuk-bentuk pendekatan ini yang dikembangkan kemudian hari (lihat Ellis, 2001f; Slavin, 1987c). Studi setidaknya selama 4 minggu di mana waktu pengajaran disamakan bagi kelas penguasaan dan non­penguasaan pada umumnya tidak menemukan perbedaan dalam keefektifan atau perbedaan kecil dan berlangsung singkat yang mendukung kelompok­kelompok penguasaan. Beberapa bentuk pembelajaran penguasaan yang paling menjanjikan adalah pembelajaran yang menggabungkan pendekatan ini dengan pembelajaran kerja sama, di mana siswa bekerja bersama untuk saling membantu satu sama lain sejak pertama dan kemudian membantu teman kelompok yang membutuhkan pengajaran perbaikan (Guskey, 1990; Mevarech & Kramarski, 1997).
Persoalan inti pembelajaran penguasaan ialah bahwa pembelajaran itu melibatkan keseimbangan antara jumlah isi yang dapat dibahas dan sejauh mana siswa menguasai masing-masing isi (Slavin, 1987c). Waktu yang dibutuhkan untuk mengantarkan semua atau hampir semua siswa ke tingkat penguasaan yang sudah ditetapkan sebelumnya harus berasal dari tempat lain. Apabila pengajaran perbaikan diberikan selama waktu pengajaran biasa, hal ini harus mengurangi pembahasan isi. Dan, sebagaimana dicatat dalam pembahasan isi adalah salah satu alat prediksi terpenting peningkatan pencapaian (Cooley & Leinhardt, 1980). Hal ini sama sekali tidak mengatakan bahwa pembelajaran penguasaan seharusnya digunakan hanya ketika waktu tambahan untuk pengajaran perbaikan tersedia; hal itu hanya menekankan bahwa guru seharusnya menyadari keseimbangan yang terkandung di dalamnya dan mengambil keputusan sesuai dengannya.
(Dikutif dari Educational Psycology: Theory and Practice: 8th Ed. Robert. E. Slavin)

Rabu, 13 Juni 2012

TI dan Pembelajaran


TEKNOLOGI INFORMASI, MULTIMEDIA DAN PEMBELAJARAN

Pembelajaran yang efektif: sejauh ini teknologi informasi (TI) atau sering disebut Information technology (IT) dan Multimedia mampu mengubah  pembelajaran  secara drastis dan fundamental. Namun pertanyaannya adalah, kapan TI dan multimedia efektif digunakan  dalam proses pembelajaran dan mengapa efektif?
Untuk dapat menjawab pertanyaan di atas, seorang pengguna TI dan multimedia harus memiliki pemahaman  yang menyeluruh tentang TIdan multimedia. Ketika membahas TI  dan multimedia, biasanya yang kita maksudkan adalah gabungan alat-alat  teknik seperti computer, memori elektronik, jaringan informasi dan alat-alat display yang dapat menyajikan  informasi melalui  berbagai format  seperti teks, gambar nyata atau grafik dan melalui dual channel sensoric, pendengaran dan pengelihatan.
Hal ini analog dengan pemikiran  jika kita menganggap computer sebagai  mesin tik misalnya. Padahal  computer  jelas-jelas memiliki berbagai fungsi dan manfaat yang lebih banyak dibanding mesin tik manual. Lebih lanjut, anggapan bahwa setiap penggunaan computer di dalam proses pembelajaran dan evaluasi pembelajan selalu dianggap lebih baik, maju, dan efektif.
 Beberapa kesalahan konsep mengenai TI dan Multimedia:
1. sebagian besar pengguna  TI dan multimedia masih mengganggap TI dan mulitimedia hanya sebagai alat penampil suatu materi yang akan disampaikan.
2. TI dan Multimedia dan dipandang sebagai wahana yang  selalu memberikan dampak positif pada pembelajaran.
3. Karena TI dan Multimedia memanfaatkan banyak ragam  media dan teknologi tinggi maka akan serta merta menghasilkan  proses  kognitif yang efektif dan banyak pula.  Dengan bahasa sederhana  dikatakan  bahwa dengan memberikan  banyak hal dan mnggunakan teknologi tinggi maka peserta didik akan mendapatkan lebih banyak, lebih baik dan lebih efektif.
Sebelum  mencari jawaban pertanyaan awal,  Mayer dalam The Cambridge Handbook of Multimedia Learning, ada beberapa level pada TI dan Multimedia, yaitu:
1. Level teknis yaitu, TI dan Multimedia berkaitan dengan  alat-alat  teknis; alat-alat ini dapat  diartikan  sebagai wahana yang meliputi  tanda-tanda (signs).
2. Level Semiotik Yaitu, representasi hasil TI dan multimedia seperti teks, gambar, grafik, audio dll.
3. Level Sensorik yaitu, yang berkaitan dengan  saluran sensorik yang berfungsi untuk menerima berbagai tanda (signs).
Dengan memanfaatkan  ketiga level di atas diharapkan kita dapat mengoptimalkan  TI dan multimedia dan mendapatkan  efektifitas pemanfaatan TI dan Multimedia pada proses pembelajaran. Berikut ini pengaruh TI dan Multimedia dalam pembelajaran antara lain
a.       Multi bentuk representasi
b.      Animasi
c.       Multi saluran sensorik
d.      Pembelajaran non linearitas
e.      Interaktivitas
Multi bentuk  representasi yang dimaksud disini adalah mampu menampilkan berbagai komponen mulai teks, audio, video, dan masing-masing komponen terhubung secara sistematis dan saling mendukung. Teks mendukung gambar dan video, begitu juga sebaliknya video  dan gambar semakin menguatkan pemahaman pebelajar.
Animasi, dari asal katanya animate berarti menghidupkan atau memberi jiwa. Dengan landasan itu animasi yang digunakan harus menghidupkan proses pembelajaran bukan sebaliknya malah membuyarkan perhatian siswa dan tidak memberikan motivasi belajar.
Multi saluran sensorik, sebagaimana dijelaskan oleh Mayer, manusia memiliki dua kanal pemrosesan yitu kanal visual yang berhubungan dengan pengelihatan dan kanal auditori yang berkaitan dengan pendengaran. Informasi yang akan disimpan lewat kedua saluran tersebut untuk kemudian disimpan dalam bentuk Short term memory, dan dapat bertahan lama dalam Long term memory. Kanal-kanal tadi dapat mengalami overload Karena masing-masing saluran memiliki keterbatasan sehingga perlu ditata. Misalnya menampilkan video bersamaan dengan teks, ini tidak efektif karena saluran visual imagery akan terbebani dimana mata harus melihat video dan juga harus membaca teks, keduanya merupakan tampilan visual, akan lebih baik jika video diberikaan narasi lisan, ini tidak akan membebani saluran visual.
Pembelajaran non linear yang dimaksudkan disini adalah proses pembelajaran  yang tidak hanya mengandalkan materi-materi dari guru atau instruktur, tetapi sebaiknya peserta didik dapat menambah pengetahuan dari barbagai sumber sehingga dapat membangun pengetahuannya sendiri dan mampu mentransfer pengetahuannya dalam memecahkan masalah  nyata.
Interaktivitas, ini merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah media atau Tools dalam pembelajaran. Interaktivitas  diterjemahkan sebagai  tingkat  interaksi  dengan media pembelajaran yang digunakan, yakni TI dan Multimedia. Karena kelebihan  yang dimiliki TI dan Multimedia memungkinkan bagi siapapun untuk senantiasa menggali dengan memanfaatkan detil-detil di dalam TI dan multimedia  dalam menunjang  kegiatan  pembelajaran. Jangan justru potensi kelebihan ini malah disunat dengan menghilangkan interaktivitas media sehingga pemanfaatan TI dan Multimedia menjadi alat ‘penyiksa’ anak didik. Hilangnya interaktivitas di dalam media pembelajaran akan membentuk sosok media linear dimana anak didik menjadi obyek dalam pembelajaran, bahkan untuk buang air kecilpun siswa tidak bisa karena karena akan takut ketinggalan materi pelajaran. Kondisi ini dalam paradigma Konstruktivistik tentu sangat ditentang. Guru bukan lagi pengajar namun harus membelajarkan siswa yang menjadi subyek dalam proses pembelajaran. Interaktivitas media yang baik berarti siswa dapat mengendalikan content media  sesuai dengan kemampuan siswa, mulai dari materi, kecepatan belajar dan gaya belajar siswa.  Siswa yang memiliki prior knowledge yang maju akan mampu mengerjakan soal dengan lebih cepat, sebaliknya siswa yang memiliki prior knowledge yang lebih rendah akan menyelesaikan soal dengan waktu yang lebih lama. Perbedaan inilah yang harus diakomodasi oleh desainer media sehingga media dapat mengembangkan self regulated siswa sebagai bagian dari metakognitif siswa. Tidak bisa diseragamkan!
Dari paparan di atas, sangatlah penting untuk merancang pemanfaatan TI dan multimedia yang mengakomodasi kepentingan siswa, jika kita masih berorientasi pada pembelajaran costumize (berorientasi pada pelanggan) dan haruslah melakukan pengkajian secara mendalam berkaitan dengan penggunaan media dan desain pembelajaran. Kembali pada paradigma pendidikan yang berorientasi costumize, pertanyaannya adalah sudahkah pemanfaatan TI dan multimedia menguntungkan siswa, atau malah sebaliknya ‘menyiksa’ siswa? Tidak setiap penggunaan dan pemanfaatan TI dan Multimedia bisa menciptakan efektivitas dan efesiensi dalam pembelajaran.  Dalam filosofi teknologi sering disebutkan teknologi itu menyangkut hal Cheaper, faster, saver, more efecient and user friendly, jika tidak kembilah menenggok aspek-aspek desain pembelajaran. (Kemahyasa)